1000 Jalinan Peduli oleh BYO Living Diadakan Bersama 3 Coffeeshop di Bandung

Oct 1st 2020

1000 Jalinan Peduli

Setelah berlangsung di Jakarta, BYO Living bersama Archify kembali mengadakan 1000 Jalinan Peduli di Kota Bandung awal September lalu. Dengan dasar mendukung usaha F&B lokal, kegiatan ini merangkul tiga coffeeshop antara lain KILOGRAM, Blue Doors Coffee, dan Jati.

Bandung merupakan kota dengan budaya ngopi yang cukup kental. Bila menelusuri Bandung, kita bisa menemukan toko-toko berukuran kecil di hampir setiap pojok kota yang menjual kopi lokal. Menariknya, banyak toko kopi lokal di Bandung yang memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi desain, kopi yang ditawarkan, atau pengunjung yang tidak jarang berkomunitas di toko kopi tersebut.

Bisa dikatakan, keberadaan toko kopi lokal di Bandung terus bertumbuh dan bertambah banyak. Peluang bisnis kopi cukup menjanjikan sehingga sampai akhir 2019 dan awal 2020, banyak toko kopi baru dibuka, termasuk KILOGRAM dan Jati. Sama halnya dengan Blue Doors Coffee yang pindah ke lokasi baru, ketiga toko yang bekerja sama dengan kegiatan 1000 Jalinan Peduli—begitu juga dengan bisnis F&B lainnya—tidak pernah memperkirakan terjadinya Covid-19 dan dampaknya terhadap bisnis mereka.

Bisnis toko kopi baru dengan brand awareness yang jauh lebih rendah dibanding toko kopi yang sudah berdiri lama tentu menjadi tantangan terbesar. Kondisi Covid-19 akhirnya mendorong toko kopi seperti KILOGRAM untuk berinovasi agar tetap dapat bertahan. “Selain build business, kami berkomitmen untuk build people. Maka itu, saat pandemi, kami memastikan setiap tim kami tetap bisa makan. Setelah diskusi panjang, kami putuskan untuk menerapkan sistem reseller untuk tim agar mereka tetap ada penghasilan di masa sulit seperti ini,” jelas Bima Andika selaku General Manager KILOGRAM. 


Inovasi juga menjadi hal wajib untuk Blue Doors Coffee, khususnya karena toko kopi ini sama sekali tidak bisa diakses saat Kota Bandung menerapkan pembatasan sosial. Alvin S. Darma, Co-owner Blue Doors Coffee menyampaikan kalau mereka akhirnya harus mencari lokasi produksi baru untuk dapat ikut dalam market delivery. “Kami tetap ingin mempertahankan sentuhan interaktif dan personal dari Blue Doors. Maka itu, kami coba rangkul kurir pesepeda di Bandung. Hasilnya, customer juga cukup senang karena ada keunikan dan kesan personal saat kopi diantar dengan sepeda.”


Jati yang baru dibuka bersamaan dengan terjadinya pandemi merupakan tantangan yang berat. Meski impresi awal pengunjung cukup baik saat buka di akhir Februari, Preshy A. Lestari selaku Co-owner Jati menyebutkan bahwa online presence mereka masih kurang bila harus mengandalkan delivery. “Akhirnya kami sempat tutup selama dua bulan sampai lebaran lalu, dan kembali dibuka dengan mengutamakan protokol keamanan dan kesehatan yang ketat.” Desain Jati yang didominasi area outdoor menjadi nilai tambah sebagai tujuan menikmati kopi yang lebih aman.

Seperti yang dilakukan pada Juli 2020 lalu di Jakarta, dukungan kepada coffeeshop lewat 1000 Jalinan Peduli adalah berupa pembelian sejumlah kopi literan yang kemudian dibagikan ke biro-biro arsitektur dan desain interior di sekitar lokasi coffeeshop. Langkah ini juga menjadi upaya BYO Living untuk tetap menjalin silaturahmi dengan para profesional di bidang arsitektur dan interior di tengah dorongan untuk tetap menjalankan physical distancing.

“Gerakan ini cukup unik karena bentuknya mendukung arsitek untuk tetap semangat sekaligus mengingatkan kalau ada di antara kita yang masih struggling. Saya berharap ada interaksi lebih dalam sehingga komunitas arsitektur dan desain bisa semakin solid.”
—Alvin S. Darma

“Kami senang bisa ikut berpartisipasi. Gerakan ini mencerminkan kita sebagai makhluk sosial yang bisa menunjukkan rasa saling peduli. Dukungan, baik besar maupun kecil, sangat berarti untuk saat ini dan mengingatkan kita untuk saling mendukung.”
—Preshy A. Lestari

 “Saat ini banyak yang beranggapan kalau pandemi dan momen untuk membantu orang lain sudah selesai—saatnya untuk memikirkan diri sendiri dan maju—padahal kenyataannya tidak. Gerakan ini, meskipun sederhana, menjadi gestur yang bermakna untuk memberi semangat dan mengingatkan kalau masih ada yang peduli.”
—Bima Andika